Pages

Pages

Selasa, 02 April 2013

Riwayat Hidup Nabi Muhammad SAW di makkah

Muhammad bin ‘Abdullah dilahirkan dari kalangan keluarga biasa yang relatif miskin, keturunan suku Quraisy di Mekkah sekitar tahun 570 M. Ayah nabi muhammad SAW meninggal sebelum ia lahir dan ibunya berpulang kerahmatullah ketika ia masih anak-anak. Ia dibesarkan olah pamannya, Abu Thalib, yang meskipun tak pernah mau menerima Islam, tetapi membela keponakannya mati-matian dari sikap permusuhan orang-orang Mekkah yang membenci agama Islam yang baru itu. Ia adalah orang yang jujur, dapat dipercaya dan berakhlak luhur. Khadijah, seorang janda kaya yang lebih tua lima belas tahun daripadanya dan mempekerjakannya untuk mengurus perdagangannya begitu terkesan oleh kejujuran dan akhlaknya sehingga ia meminta Muhammad menjadi suaminya. Muhammad yang waktu itu berusia dua puluh lima tahun menerima permintaan itu dan tidak kawin lagi sampai Khadijah meninggal di saat Muhammad saw. berusia lima puluh tahun. Kita juga tahu bahwa keluhuran budi Muhammad mendorongnya untuk menyepi secara teratur di Gua Hira di luar kota Mekkah untuk berkontemplasi. Proses kontemplasi batiniyah untuk mencapai pengalaman moral-religius ini mencapai puncaknya dengan turunnya wahyu kepadanya pada saat ia sedang tenggelam dalam perenungannya yang dalam. Wahyu-wahyu awal yang diterima Muhammad saw. tentu saja terkait dengan persoalan ide monoteisme (tauhîdullah), yakni ide tentang keesaan Tuhan dan terkait dengan persoalan humanisme dan rasa keadilan ekonomi dan sosial di kalangan bangsa Arab. Siapapun yang membaca Alquran dengan teliti akan berkesimpulan demikian. Alquran (107) mengatakan, Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang berlaku buruk terhadap anak-anak yatim dan tidak menganjurkan (orang) untuk memberi makan kepada orang miskin. Maka, celakalah orang-orang yang (walaupun) shalat, (namun) lalai dalam shalatnya, orang-orang yang shalatnya hanya riya` (untuk dilihat orang saja) dan menolak (untuk memberikan) pertolongan sehari-hari (bagi yang memerlukannya).
Semangat inilah yang kelak menghasilkan terbentuknya masyarakat Islam di Madinah. Nabi tampaknya menegaskan: satu Tuhan – satu ummat manusia. Perlu digarisbawahi bahwa, baik monoteisme maupun perasaan keadilan sosial-ekonomi, bukanlah sifat khas penduduk kota Mekkah atau bangsa Arab semata; sebaliknya, paham persamaan yang dikemukakan oleh Islam, dalam sifatnya sendiri, betul-betul melampaui ideal nasional manapun juga.
Menurut hadis, wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi adalah wahyu berikut:
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan; yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah yang mengajar dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Ketahuilah sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas, karena ia melihat dirinya serba cukup. Akan tetapi, kepada Tuhanmulah semuanya akan kembali. (Alquran 96: 1-8).

Sumber:  akhsabima-religius.blogspot.com/

Pengertian Akidah Akhlak

Menurut bahasa, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu [عَقَدَ-يَعْقِدُ-عَقْدً] artinya adalah mengikat atau mengadakan perjanjian. Sedangkan Aqidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai subhat (kegugupan). Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya/ iri hati, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat.
Sementara kata “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab, yaitu [خلق] jamaknya  [أخلاق] yang artinya tingkah laku, perangai tabi’at, watak, moral atau budi pekerti.  kelakuan. Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut akhlak yang baik atau akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi apabila tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka disebut akhlak tercela atau akhlakul madzmumah.

Senin, 01 April 2013

Perintah Berdakwah

Allah Ta'ala telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk melakukan dakwah. Orientasi dakwah yang Allah taala perintahkan adalah menyeru dan mengajak manusia kepada jalan Tuhan (ilâ sabili rabbika) yaitu menjadi hamba-hamba Allah taala yang tunduk dan patuh kepadaNya dengan cara-cara yang bijaksana (bil hikmah) dan selalu memberikan nasehat-nasehat dengan cara yang baik pula (wal mau’izhatil hasanah). Sebagaimana Allah taala berfirman:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(an-Nahl [16]:125)

Rasulullah SAW pun dalam implementasinya terhadap ayat tersebut bersabda ballighû ‘annî walau ayah wa hadditsû ‘an banî isrâîl wa lâ haraja wa man kadzaba ‘alayya muta’ammidan falyatabawwa’ maq’adahu min an-nâr.(H.R Bukhari). Yang artinya : sampaikanlah dariku walaupun satu ayat. Kalian boleh menyampaikan riwayat (yang benar) dari kalangan Bani Israil, namun juga tidak berdosa (jika kalian tidak menyampaikannya). Barangsiapa yang sengaja berdusta dengan mengatasnamakan aku, maka bersiap-siaplah masuk neraka.(H.R Bukhari).
Begitu pentingnya perintah untuk berdakwah ini sehingga Rasulullah SAW menekankan kepada umatnya untuk berdakwah walaupun yang disampaikan hanyalah satu ayat al-Quran saja. Oleh karena itu dakwah adalah bagian integral dari umat Islam yang harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Syaikh Ali Mahfuzh yang juga murid dari Syaikh Muhammad Abduh memaparkan pandangannya mengenai konsep dakwah dan batasannya sebagai berikut : Membangkitkan kesadaran manusia di atas kebaikan dan bimbingan, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar, supaya mereka memperoleh keberuntungan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jadi salah satu cara untuk memperoleh keberuntungan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat yaitu dengan cara menjadikan dakwah bagian dari kehidupan orang-orang mukmin/ menyebarkan agama islam bagi umatnya.


Sumber:  http://fentik.blogspot.com